Senin, 21 November 2011

16 tokoh sastra sunda yang berpengaruh di indonesi

uote:
P.H.H.MUSTAPA (1852-1930)

MUH.MUSA (1822-1886)

Tokoh pertama dan kedua adalah P. H. H. Mustapa (1852-1930) dan Muh. Musa (1822-1886). Keduanya tokoh sastra Sunda terbesar pada zaman kolonial yang banyak menulis dangding dan wawacan. Sekitar tahun 1900-an, misalnya, P.H.H. Mustapa sempat menulis lebih dari 10.000 bait dangding yang kualitas literernya dianggap bermutu tinggi. Selain itu ia pun banyak menulis anekdot dan prosa. Namun kebesarannya baru disebut-sebut pada tahun 1950-an oleh Ajip Rosidi, yang selanjutnya memicu para peneliti untuk mendalaminya. Tahun 1965 P. H. H. Mustapa mendapat penghargaan dari Gubernur Jawa Barat dan pada tahun 1977 Presiden RI memberikan Anugerah Seni kepadanya sebagai sastrawan daerah Sunda.

Sedangkan Muh. Musa (1822-1886) adalah pelopor sastrawan Sunda pada paruh kedua abad 19. Karya-karyanya dalam bentuk wawacan (11 judul) dan prosa (33 judul), baik asli maupun terjemahan, banyak diterbitkan pemerintah kolonial pada waktu itu. Wawacan “Panji Wulung”, merupakan salah satu karyanya yang cukup populer di masyarakat Sunda. Berkat jasa dan hubungannya yang baik dengan pemerintah kolonial, Muh. Musa sempat memperoleh medali emas. Muh. Musa pun banyak mengusahakan buku bacaan berbahasa Sunda. Menurut catatan Moriyama (2005), Muh. Musa sedikitnya menerbitkan 14 judul buku yang dicetak pada zaman pemerintah kolonial.

Spoiler for tokoh 3 & 4:
Quote:
D.K.ARDIWINATA (1866-1947)

YUHANA
Tokoh ketiga dan keempat adalah D.K. Ardiwinata (1866-1947) dan Yuhana. Keduanya tokoh sastra Sunda pada zaman Balai Pustaka yang banyak menulis novel. Baruang ka nu Ngarora (1914) adalah novel pertama berbahasa Sunda yang ditulis oleh D.K. Ardiwinata. Selain itu ia pun menulis dongeng dan banyak menyadur karya-karya pengarang dunia.

Adapun Yuhana (nama aslinya Achmad Bassach) adalah pengarang novel Sunda yang karya-karyanya setia diterbitkan oleh penerbit swasta. Tidak tercatat satu pun novelnya yang diterbitkan Balai Pustaka. Novel populernya yang pertama adalah Carios Eulis Acih (1923). Novel tersebut menuai sukses besar pada waktu itu dan sempat dibuat film. Setelah itu keluar novelnya yang lain, seperti Neng Yaya (1923), Agan Permas (1926), dan yang paling terkenal Rasiah nu Goréng Patut (1928) atau lebih dikenal dengan Karnadi Anémer Bangkong karena tokoh utamanya bernama Karnadi.

Spoiler for tokoh 5 & 6:
Quote:
Tokoh kelima GS / G.SOEWANDAKOESOEMAH
TINI KARTINI (1933-Sekarang)

Tokoh kelima dan keenam adalah GS dan Tini Kartini (lahir 1933-sekarang). Menurut M.A. Salmun, GS bernama lengkap G. Sastradiredja. Namun menurut R. Éro Bratakusumah, GS bernama lengkap G. Soewandakoesoemah. GS adalah pelopor penulisan cerpen berbahasa Sunda. Dogdog Pangréwong (1930) adalah kumpulan cerpennya yang pertama dalam bahasa Sunda dan merupakan kumpulan cerpen yang pertama terbit di Indonesia. Isinya delapan cerpen bernada humor yang dialog antartokohnya terasa hidup.

Adapun Tini Kartini dapat disebutkan sebagai pengarang wanita cukup kuat dalam cerpen Sunda. Kumpulan cerpennya yang pertama terbit ialah Jurig!, Paméran, dan Nyi Karsih. Selain itu Tini Kartini banyak melakukan penelitian tentang sastra dan sastrawan Sunda. Meskipun keduanya berbeda zaman, namun dalam hal kepengarangannya, baik GS maupun Tini Kartini termasuk tokoh berpengaruh dalam sastra Sunda, terutama dalam penulisan cerpen.


Spoiler for tokoh 7 & 8:
Quote:
KIS WS (1922-1995)
SAYUDI (1932-2000)
Tokoh ketujuh dan kedelapan adalah Kis Ws (1922-1995) dan Sayudi (1932-2000). Keduanya pelopor dan pembaru dalam penulisan sajak Sunda. Kis Ws adalah orang Sunda pertama yang menulis sajak Sunda sekitar tahun 1950-an. Sempat terjadi polemik ketika sajaknya untuk pertama kali dimuat dalam Sk. Sipatahunan, karena pada waktu itu orang Sunda lebih mengenal dangding. Selain menulis sajak, Kis Ws pun banyak menulis cerpen dan esai. Adapun Sayudi banyak disebut sebagai penulis sajak epik pertama dalam sastra Sunda. Lalaki di Tegal Pati (1962) merupakan buku kumpulan sajak karya Sayudi dan pertama dalam sastra Sunda. Setelah itu Sayudi mengeluarkan kumpulan sajaknya yang kedua berjudul Madraji (1983).

Spoiler for tokoh 9 & 10:
Quote:
RAF(1929-2008)

R.H.HIDAYAT SURYALAGA(1941-sekarang)

Tokoh kesembilan dan kesepuluh adalah RAF (1929-2008) dan R.H. Hidayat Suryalaga (1941-sekarang). Keduanya sastrawan yang banyak menulis naskah drama, atau setidaknya mempunyai perhatian yang luas terhadap dunia teater. RAF (Haji Rahmatullah Ading Affandie) disebut-sebut sebagai pelopor dalam drama Sunda modern. Lewat jasa-jasanya kita pernah melihat gending karesmen dan drama berbahasa Sunda muncul pertama kalinya di layar kaca TVRI. “Inohong di Bojongrangkong” adalah judul sinetron (?) garapannya yang cukup melegenda dan sangat dipikalandep oleh penonton TVRI pada masanya. Ditayangkan sebulan sekali sampai 110 episode.

R.H. Hidayat Suryalaga banyak menulis naskah gending karesmen, longser, dan drama berbahasa Sunda. Penelitian Agus Suherman (1998) mencatat lebih dari 25 naskah gending karesmen, longser, dan drama yang sudah ditulis R.H. Hidayat Suryalaga. Di antara naskah drama yang paling kuat adalah “Sanghyang Tapak”, “Cempor”, dan “Setatsion Para Arwah”. R.H . Hidayat Suryalaga termasuk tokoh yang memelopori berdirinya Teater Sunda Kiwari (1975) dan berhasil menerjemahkan Alquran ke dalam bentuk pupuh.

Spoiler for tokoh 11 & 12:
Quote:
AJIP ROSIDI (1938-sekarang)

DUDUH DURAHMAN (1939-sekarang)

Tokoh kesebelas dan kedua belas adalah Ajip Rosidi (1938-sekarang) dan Duduh Durahman (1939-sekarang).Banyak esai kritik yang telah ditulisnya, di antaranya dikumpulkan dalam buku Dur Panjak! (1967), Dengkleung Déngdék (1985), Hurip Waras! (1988), dan Trang-trang Koléntrang (1999). Selain itu Ajip Rosidi pun banyak berkiprah dalam dunia penerbitan. Namun pekerjaan raksasanya dalam dunia sastra Sunda antara lain penelitian tentang folklor dan pantun Sunda, penyusunan Ensiklopedi Sunda, pemrakarsa Konferensi Internasional Budaya Sunda I, dan sejak tahun 1989 secara rutin memberikan Hadiah Rancagé untuk sastrawan berbahasa Sunda.

Adapun Duduh Durahman, banyak menulis kritik terhadap sastra Sunda. Karya kritiknya telah dikumpulkan dalam Catetan Prosa Sunda (1984) dan Sastra Sunda Sausap Saulas (1991). Selain itu Duduh Durahman pun banyak menulis cerpen dan setia mengasuh rubrik sastra di majalah Manglé. Duduh Durahman pun dikenal sebagai aktor dan kritikus film.

Spoiler for tokoh 13 & 14:
Quote:
WAHYU WIBISANA (1935-Sekarang)

YUS RUSYANA (1938-sekarang)

Tokoh ketigabelas dan keempatbelas adalah Wahyu Wibisana (1935-sekarang) dan Yus Rusyana (1938-sekarang). Keduanya praktisi sekaligus akademisi sastra Sunda yang banyak menulis sajak, prosa, maupun drama dalam bahasa Sunda. Sebagai akademisi, keduanya memang seorang pendidik dan peneliti. Wahyu Wibisana, misalnya, pernah menjadi guru SD dan dosen tamu di IKIP Bandung. Selain itu Wahyu pun banyak melakukan penelitian dalam bidang sastra Sunda, menyusun kurikulum mata pelajaran bahasa dan sastra Sunda, menulis buku pelajaran sastra Sunda, dan menulis berbagai makalah tentang sastra Sunda yang disampaikan dalam forum pendidikan.

Yus Rusyana adalah guru besar bahasa dan sastra Indonesia dan Sunda pada Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung. Banyak melakukan penelitian, menulis buku pelajaran sastra Sunda, dan menyampaikan prasaran dalam forum ilmiah. Beliaulah sastrawan Sunda yang pertama mendapat hadiah Rancagé lewat karyanya Jajatén Ninggang Papastén (1989). Selain sebagai sastrawan, keduanya dapat ditempatkan sebagai tokoh akademisi dalam sastra Sunda.

Spoiler for tokoh 15 & 16:
Quote:
GODI SUWARNA (1956-Sekarang)

ETTY R.S (1958-sekarang)

Tokoh kelimabelas dan keenambelas adalah Godi Suwarna (1956-sekarang) dan Etty R.S. (1958-sekarang). Keduanya pengarang sajak Sunda yang sangat potensial. Godi Suwarna pernah menggemparkan jagat Sunda berkat sajak-sajaknya yang dekonsturktif. Kata-kata dalam sajak-sajak Godi punya idiom bahasa Sunda yang khas. Idiom tersebut merupakan paduan antara bahasa Sunda lulugu, dialek, dan populer.

Adapun Etty R.S. merupakan pengarang wanita dalam sajak Sunda yang kuat dalam memilih diksi. Sajak-sajaknya realistis dan sedikit arkhais. Banyak yang menyatakan bahwa Etty pelopor pengarang wanita dalam menulis sajak Sunda kontemporer. Baik Godi maupun Etty R.S.Terbukti dalam setiap perlombaan deklamasi sajak Sunda antarpelajar, sajak Godi dan Etty selalu menjadi sajak wajib untuk dideklamasikan.

sumber : kaskus

Tidak ada komentar:

Posting Komentar